Kembali ke Artikel
Poin Penting Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pidana

Poin Penting Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

07 July 2025 7 Menit Baca

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, membawa banyak perubahan signifikan dalam sistem pemidanaan di Indonesia. Berikut adalah bentuk-bentuk pemidanaan yang diatur dalam RKUHP (yang kini telah disahkan menjadi UU No. 1 Tahun 2023):

I. Jenis Pidana (Pasal 64 dan 65 UU No. 1 Tahun 2023)

KUHP baru membagi jenis pidana menjadi tiga kategori utama:

  1. Pidana Pokok: Ini adalah pidana utama yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana. Dalam KUHP baru, pidana pokok terdiri dari:
    • Pidana Penjara: Dapat berupa pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara waktu tertentu (misalnya, 1 tahun, 5 tahun, dst.).
    • Pidana Tutupan: Bentuk pidana kemerdekaan yang tidak seberat pidana penjara, dengan fasilitas dan pembinaan yang berbeda.
    • Pidana Pengawasan: Ini adalah jenis pidana baru yang memungkinkan terpidana menjalani hukuman di luar lembaga pemasyarakatan dengan pengawasan ketat dan kewajiban tertentu. Ini merupakan alternatif dari pidana penjara, terutama untuk tindak pidana dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun.
    • Pidana Denda: Pembayaran sejumlah uang kepada negara. KUHP baru mengatur kategori denda yang lebih jelas dan beragam, mulai dari Kategori I (Rp 1 juta) hingga Kategori VIII (Rp 50 miliar).
    • Pidana Kerja Sosial: Pidana baru yang memungkinkan terpidana melakukan pekerjaan sosial sebagai pengganti hukuman penjara ringan atau denda.
  2. Pidana Tambahan (Pasal 66 UU No. 1 Tahun 2023): Pidana ini dijatuhkan bersamaan dengan pidana pokok untuk melengkapi atau memperberat efek pemidanaan. Pidana tambahan meliputi:
    • Pencabutan Hak Tertentu: Misalnya, hak untuk memegang jabatan tertentu, hak memilih dan dipilih, atau hak menjadi advokat.
    • Perampasan Barang Tertentu dan/atau Tagihan: Penyitaan aset atau keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.
    • Pengumuman Putusan Hakim: Mempublikasikan putusan pengadilan, seringkali sebagai bentuk sanksi sosial atau untuk memulihkan nama baik korban.
    • Pembayaran Ganti Rugi: Kewajiban pelaku untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana kepada korban.
    • Pencabutan Izin Tertentu: Misalnya, pencabutan izin usaha atau izin praktik profesi.
    • Pemenuhan Kewajiban Adat Setempat: Pengakuan terhadap hukum yang hidup di masyarakat, memungkinkan penjatuhan sanksi yang sesuai dengan norma adat.
  3. Pidana yang Bersifat Khusus untuk Tindak Pidana Tertentu yang Ditentukan dalam Undang-Undang:
    • Pidana Mati: Dalam KUHP baru, pidana mati tidak lagi menjadi pidana pokok, melainkan pidana yang bersifat khusus dan dijatuhkan secara alternatif (dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara waktu tertentu). Pentingnya, pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan 10 tahun. Jika dalam masa percobaan tersebut terpidana menunjukkan penyesalan dan ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup.

II. Sistem Pemidanaan Baru yang Menonjol:

  • Sistem Pemidanaan Ganda (Double Track System): KUHP baru mengadopsi sistem pemidanaan ganda, yaitu kombinasi antara pidana (penjatuhan hukuman) dan tindakan (berorientasi pada pembinaan atau pengamanan). Selain dijatuhi pidana, terpidana dalam hal tertentu juga dapat dikenai tindakan dengan maksud untuk memberi perlindungan kepada masyarakat dan mewujudkan tata tertib sosial.
  • Pidana Pengawasan dan Kerja Sosial sebagai Alternatif Pidana Penjara: Ini adalah upaya untuk mengurangi penumpukan narapidana di lembaga pemasyarakatan (overcrowding) dan memberikan alternatif pembinaan yang lebih humanis dan berorientasi pada reintegrasi sosial.
  • Kategori Denda yang Lebih Jelas: Pengaturan kategori denda yang lebih rinci memberikan kepastian hukum dan memudahkan hakim dalam menentukan besaran denda yang relevan dengan beratnya tindak pidana dan kemampuan ekonomi pelaku.
  • Pidana Mati sebagai Ultimum Remedium (Upaya Terakhir): Penempatan pidana mati sebagai pidana khusus dan alternatif, serta adanya masa percobaan, menunjukkan pergeseran paradigma menuju pendekatan yang lebih hati-hati dan berorientasi pada hak asasi manusia dalam penjatuhan pidana mati.
  • Tanggung Jawab Pidana Korporasi: KUHP baru juga secara spesifik mengatur tentang pertanggungjawaban pidana korporasi, termasuk jenis pidana pokok (denda) dan pidana tambahan (misalnya, pembayaran ganti rugi, perbaikan akibat tindak pidana, pencabutan izin, pembubaran korporasi, dll.) yang dapat dijatuhkan kepada korporasi.

Perubahan-perubahan ini menunjukkan arah pembaruan hukum pidana di Indonesia yang lebih modern, adaptif, dan berorientasi pada tujuan pemidanaan yang komprehensif, yaitu tidak hanya sebagai sarana retributif (pembalasan), tetapi juga preventif, rehabilitatif, dan restoratif

Dalam KUHP baru, variabel-variabel ini dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok besar, yang memengaruhi pemilihan bentuk pemidanaan (misalnya, penjara, denda, pengawasan, kerja sosial) dan beratnya pemidanaan (lama penjara, besaran denda).

I. Kategori Variabel Berdasarkan Aspek Tindak Pidana (Objektif):

Ini berkaitan dengan karakteristik perbuatan pidana itu sendiri.

  1. Sifat dan Beratnya Tindak Pidana:
    • Jenis Delik: Apakah itu kejahatan atau pelanggaran? Pidana untuk kejahatan tentu lebih berat.
    • Ancaman Pidana Minimum dan Maksimum: Setiap pasal KUHP memiliki rentang ancaman pidana. Hakim harus bergerak dalam rentang ini.
    • Kualifikasi Tindak Pidana: Apakah ada pemberatan (misalnya, dilakukan berencana, residivis, melibatkan anak-anak) atau peringanan (misalnya, percobaan, membantu kejahatan)?
    • Akibat yang Ditimbulkan: Seberapa besar kerugian (materiil atau immateriil) yang diakibatkan oleh tindak pidana? Semakin besar kerugian, semakin berat pidana yang mungkin dijatuhkan.
    • Cara Tindak Pidana Dilakukan: Apakah dilakukan dengan kekerasan, penipuan, atau cara lain yang keji?
    • Waktu, Tempat, dan Sarana Tindak Pidana: Dalam konteks tertentu, variabel ini bisa relevan (misalnya, pencurian saat bencana alam, penggunaan senjata api ilegal).
  2. Unsur-Unsur Delik:
    • Terbukti atau Tidaknya Unsur-unsur Pidana: Ini adalah prasyarat dasar. Jika salah satu unsur tidak terbukti, maka tidak ada tindak pidana.

II. Kategori Variabel Berdasarkan Aspek Pelaku (Subjektif):

Ini berkaitan dengan karakteristik individu pelaku.

  1. Kesalahan Pelaku (Schuld/Culpability):
    • Niat (Dolus/Opzet): Apakah pelaku memiliki niat jahat yang kuat? Kesengajaan biasanya dipidana lebih berat daripada kealpaan.
    • Kealpaan (Culpa/Negligence): Tingkat kelalaian pelaku.
    • Kemampuan Bertanggung Jawab: Apakah pelaku sadar akan perbuatannya dan mampu mempertanggungjawabkannya (misalnya, tidak gila, bukan anak-anak yang belum mencapai batas usia pertanggungjawaban pidana)?
    • Motif: Apa yang mendorong pelaku melakukan tindak pidana? Motif yang keji (misalnya, kebencian ras) bisa menjadi pemberat.
  2. Latar Belakang dan Keadaan Pribadi Pelaku:
    • Usia Pelaku: Sistem peradilan pidana anak memiliki kekhususan.
    • Riwayat Kriminal (Residivis): Pelaku yang pernah melakukan tindak pidana serupa sebelumnya cenderung dipidana lebih berat.
    • Pendidikan, Pekerjaan, dan Kondisi Ekonomi: Meskipun tidak langsung memengaruhi beratnya pidana, bisa dipertimbangkan dalam konteks kemampuan membayar denda atau menjalani kerja sosial.
    • Sikap Selama Proses Hukum: Apakah kooperatif, mengakui perbuatan, atau mempersulit penyidikan.
    • Peran dalam Tindak Pidana: Apakah sebagai pelaku utama, pembantu, atau turut serta.
    • Penyesalan dan Upaya Pemulihan: Apakah pelaku menunjukkan penyesalan dan/atau telah berupaya mengganti kerugian korban.

III. Kategori Variabel Berdasarkan Aspek Korban dan Masyarakat:

  1. Dampak Terhadap Korban:
    • Sifat dan Tingkat Kerugian Korban: Fisik, psikologis, atau materiil.
    • Vulnerabilitas Korban: Apakah korban adalah kelompok rentan (anak-anak, lansia, difabel)?
    • Sikap Korban: Dalam beberapa kasus, sikap korban bisa memengaruhi (misalnya, provokasi).
  2. Dampak Terhadap Masyarakat:
    • Resonansi Sosial: Sejauh mana tindak pidana tersebut menimbulkan keresahan atau dampak negatif yang luas di masyarakat.
    • Kebutuhan untuk Efek Jera: Seberapa besar kebutuhan untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan masyarakat.
    • Kebutuhan Perlindungan Masyarakat: Apakah pelaku merupakan ancaman serius bagi keselamatan masyarakat?

IV. Kategori Variabel Lainnya (Prosedural dan Kebijakan):

  1. Pertimbangan Kebijakan Kriminal (Kebijakan Kriminal/Criminal Policy):
    • Tujuan Pemidanaan: Apakah untuk retribusi, pencegahan umum, pencegahan khusus, rehabilitasi, atau restorasi? Hakim akan memilih bentuk pidana yang paling sesuai dengan tujuan tersebut.
    • Sistem Pemidanaan yang Berlaku: KUHP baru menekankan restoratif justice dan alternatif pemidanaan. Hakim diharapkan mempertimbangkan pidana pengawasan atau kerja sosial untuk tindak pidana ringan.
  2. Keadaan yang Memberatkan atau Meringankan (Pasal 57 UU No. 1 Tahun 2023):
    • KUHP baru secara eksplisit mengatur faktor-faktor yang dapat memberatkan atau meringankan pidana, seperti:
      • Memberatkan: Keadaan yang memberatkan biasanya terkait dengan keseriusan kejahatan, motif keji, dampak besar, atau riwayat kriminal.
      • Meringankan: Keadaan yang meringankan bisa meliputi penyesalan pelaku, kerjasama dengan penegak hukum, belum pernah dipidana, kondisi kejiwaan tertentu, atau telah memperbaiki sebagian besar kerugian.

Bagaimana Variabel Ini Memengaruhi Bentuk Pemidanaan?

  • Pemilihan Jenis Pidana Pokok:
    • Untuk tindak pidana ringan dengan ancaman di bawah 5 tahun, variabel seperti penyesalan, tidak adanya residivisme, dan kemampuan membayar denda dapat mengarahkan hakim untuk memilih pidana denda, pidana kerja sosial, atau pidana pengawasan sebagai alternatif pidana penjara.
    • Jika variabel menunjukkan keseriusan tindak pidana, niat jahat, atau dampak besar, maka pidana penjara akan menjadi pilihan utama, dengan mempertimbangkan lamanya.
    • Untuk tindak pidana yang sangat berat, dan memenuhi kriteria khusus UU, pidana mati (dengan masa percobaan) dapat dijatuhkan.
  • Penentuan Berat Ringan Pidana Pokok:
    • Setelah jenis pidana dipilih, variabel-variabel di atas akan digunakan untuk menentukan lamanya pidana penjara/tutupan, besaran denda (kategori), atau lama pidana pengawasan/kerja sosial.
  • Penjatuhan Pidana Tambahan:
    • Jika tindak pidana terkait dengan jabatan, perolehan aset ilegal, atau profesi tertentu, variabel ini akan mengarahkan pada penjatuhan pidana tambahan seperti pencabutan hak tertentu, perampasan aset, atau pencabutan izin.
    • Kerugian korban akan mengarahkan pada kewajiban membayar ganti rugi.

Singkatnya, variabel-variabel ini adalah alat bagi hakim untuk "mempersonalisasi" hukuman, memastikan bahwa sanksi yang dijatuhkan tidak hanya memenuhi aspek legalitas, tetapi juga keadilan dan tujuan pemidanaan yang relevan dengan kasus spesifik yang dihadapi.